Biografi KH. Muhammad Romly Tamim, Penyusun Istighosah
Istighotsah yang biasa
diamalkan oleh kaum nahdliyyin pengarangnya adalah Al-Allamah KH. Muhammad
Romly Tamim seorang mursyid thoriqoh qadiriyah wa naqsyabandiyah dari Rejoso
Peterongan Jombang (wafat tahun 1958). Beliau adalah putra ketiga dari empat bersaudara
dari pasangan orang tua Kyai Tamim Irsyad dan Nyai Nur Kholilah (seorang kyai
asal Bangkalan Madura yang terkenal dengan ilmu fiqih dan kanuragannya).keempat
putra kyai Tamim itu adalah Muhammad Fadlil, Siti Fatimah, Muhammad Romly dan
Muhammad Umar.
Muhammad Romly Tamim lahir pada
tahun 1888 M di Bangkalan Madura. Saat masih kecil beliau diboyong oleh orang
tuanya kyai Tamim Irsyad ke Jombang tepatnya di desa Pajaran Kec. Peterongan
Kab. Jombang namun tidak berlangsung lama hanya beberapa tahun beliau pindah ke
desa yang saat itu terkenal sebagai daerah hitam, tempat bersarangnya perampok,
peminum minuman keras, Bandar perjudian dan orang-orang nakal lainnya. Daerah
tersebut adalah dua desa yang berdampingan yaitu desa Rejoso (sekarang masuk wilayah
Jogoroto) dan desa Peterongan. Setelah kyai Tamim dapat menaklukannya dan
menyadarkan mereka, maka beliau bertempat tinggal didaerah tersebut.
Dimasa kecilnya kyai
Muhammad Romli selain belajar ilmu dasar-dasar agama dan Al-Qur’an kepada
ayahnya sendiri, juga belajar kepada kakak iparnya yaitu KH. Cholil Juraimi
(pembawa thariqah qodiriyah wa naqsyabandiyah di Rejoso). Setelah masuk usia
dewasa beliau dikirim prang tuanya belajar ke KH. Muhammad Kholil Bangkalan,
sebagaimana orang tuanya dahulu dan juga kakak iparnya. Kemudian setelah dirasa
cukup belajar ke Kyai Kholil Bangkalan beliau mendapat tugas untuk membantu KH.
Muhammad Hasyim Asy’ari mengajarkan ilmu agama di Pesantren Tebuireng, selain
membantu mengajar beliau juga menambah pengetahuan agamanya, khususnya ilmu
fiqih kepada KH. Muhmmad Hasyim Asy’ari.
Melihat kealiman, kezuhudan dan
keistiqomahannya, beliau akhirnya diambil sebagaim menantu oleh Kyai Hasyim
yaitu dengan dinikahkan dengan putrinya yang bernama Izzahbinti Hasyim pada
tahun 1923 M, namun pernikahan ini tidak berlangsung lama karena terjadi
perceraian. Setalah perceraian tersebut, Mbah Yai Romly begitu biasa dipanggil,
berkhidmah kepada KH. Ahmad Jufri (Karangkates Kediri) dan KH. Zaed (Buntet
Cirebon), kemudian pada tahun 1927 beliau pulang ke rumah orang tuanya, Kyai
Tamim di Rejoso Peterongan. Tak lama kemudian beliau menikah dengan gadis yang
bernama Siti Maisaroh dari desa Besuk Mojosongo Kec. Diwek. Dari pernikahan ini
lahir dua orang putra yaitu Gus Ishomuddin Romly (wafat tahun 1949, tertembak
oleh tentara Belanda saat masih muda) dan KH. Muhammad Musta’in Romly (wafat
tahun 1985, beliau adalah menantu KH. A. Wahab Hasbulloh Tambakberas).
Pada tahun 1927 beliau mulai
membantu dan mengajarkan ilmunya kepada para santri yang didirikan oleh
ayahnya, tiga tahun kemudian yaitu tahun 1930 ayahnya wafat. Pada
tahun 1932 beliau bay’at thariqah qadiriyah wa naqsyabandiyah kepada Al-Mursyid
KH. Cholil Juroimi (kakak iparnya). Saat menjelang wafat kakak iparnya yaitu tahun
1973 beliau mendaptkan amanah dan ijazah muthlaq kemursyidan thariqah
mu’tabaroh qadiriyah wa naqsyabandiyah dari gurunya sekaligus kakak iparnya
yaitu al-Mursyidi KH. Cholil Juroimi. Diceritakan karena ketenaran dan
kesohoran kemursyidan KH. Muhammad Romly Tami ini, KH Muhammad Hasyim Asy’ari
(guru dan mertua beliau) sempat berbay’at thariqah kepada beliau.
Pada tahun 1940 istri beliau
nyai Maisaroh wafat. Tidak selang kemudian Mbah Yai Romly menikah lagi dengan
seorang gadis putri KH. Muhammad Luqman dari Swaru Mojowarno, gadis itu bernama
Siti Khodijah. Dari pernikahan yang ketiga ini lahir putra-putra beliau yaitu
KH. Ahmad Rifa’i Romli (wafat tahun 1994), beliau adalah menantu KH.
Mahru Ali Lirboyo, KH. A. Shonhaji Romli (wafat tahun 1992) beliau
adalah menantu KH Ahmad Zaini Sampang, KH. Muhammad Damanhuri Romly (wafat
tahun 2001) beliau adalah menantu KH. Zainul Hasan Genggong, KH Ahmad Dimyati
Romly (menantu KH. Marzuki Langitan) dan KH. A. Tamim Romly, SH, M.Si (menantu
KH. Shohib Bisri Denanyar).
Sejak menikah dengan Nyai Hj.
Khodijah ini beliau mendirikan pondok pesantren putri yang pertama di Pondok
Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan dan merupakan satu-satunya pondok putrid
yang ada di Kab. Jombang. Diceritakan saat awal berdirinya pondok putri ini,
beliau bersama santri-santri putra pilihannya, membaca award dan sholawat
burdah dengan cara berjalan mengelilingi pondok (asrama) putrid tersebut setiap
malam selama 40 hari dengan maksud agar semua santri yang mondok diberikan
keberkahan.
Asrama putri yang didirikan
beliau saat itu dibina oleh putra beliau yang terakhir yaitu Al-Mursyid KH. A.
Tamim Romly, SH, M.Si bersama istrinya Nyai Hj. Muflihah binti Shohib Bisri,
asrama tersebut bernama Asrama Putri 2 Al-Khodijah.
Leave a Comment