Siapakah Yang Dimaksud Ahlul Bait?
Dalam Al-Quran, Allah ﷻ berfirman:
”Sesungguhnya
Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul
Bait dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya.” (QS Al Ahzab : 33 )
Secara harfiah, arti ahlul bait adalah penghuni
rumah atau kerabat. Dengan demikian, maka ahlul bait Rasulullah ﷺ adalah semua penghuni rumah Rasulullah ﷺ. Jadi istri-istri
Nabi ﷺ sudah pasti termasuk dalam
ahlul bait yang
dimaksud dalam ayat tersebut ﷺ. Selain
itu, keluarga
Nabi ﷺ yang muslim lain pun masuk dalam keumuman Ahlul Bait. Di antara orang-orang yang dikhususkan oleh Nabi ﷺ
sebagai ahlul bait adalah : Sayidah Fatimah, Sayidina Ali, Sayidina
Hasan dan Sayidina
Husain yang dikenal dengan Ashhabul Kisa (yang dinaungi kain kisa).
Ini sesuai
dengan hadits
yang diriwayatkan
oleh Imam
Turmudzi:
Dari Umar
bin Abi Salamah, anak tiri
Rasulullah ﷺ, berkata: “Ayat
ini turun kepada Nabi ﷺ di rumah Ummu Salamah
yaitu,”Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait
dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
Baca Juga : Bersambungnya Keturunan Rasulullah Sampai Hari Kiamat
Kemudian Nabi memanggil Fatimah, Hasan, dan Husain, lalu menaungi mereka dengan kain kisa. Ketika itu Ali berada di belakang punggungnya. Kemudian Rasulullah menaunginya pula dengan kain kisa, seraya berkata: “Wahai Allah, inilah ahlul baitku, maka hilangkanlah dari mereka kotoran dan sucikanlah mereka.” Ummu Salamah pun berkata “Apakah aku bersama mereka wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Engkau berada di tempatmu dan engkau berada dalam kebaikan.” (HR Turmudzi)
Perkataan Rasulullah
kepada Ummu Salamah “Engkau berada di
tempatmu dan engkau berada dalam kebaikan”
tidak berarti bahwa
istri Rasulullah tidak termasuk ahlul bait. Namun yang dimaksudkan, Ummu
Salamah tidak perlu masuk karena sudah memiliki kedudukan sebagai
ahlul bait. Beliau adalah istri Rasulullah ﷺ, dan oleh karena itu
Rasulullah berkata “dan engkau berada dalam kebaikan.” Selain itu,
tidak
mungkin Rasulullah
memasukkan Ummu Salamah
ke dalam
naungan kisa karena disana terdapat Sayidina Ali yang merupakan lelaki ajnabi (bukan
mahram) baginya.
Termasuk dalam lingkup ahlul bait adalah paman-paman beliau yang muslim serta semua keluarga Nabi yang diharamkan menerima zakat. Ini sesuai dengan perkataan Nabi ﷺ kepada cucu Beliau ketika mengeluarkan kurma zakat dari mulutnya:
“Apakah engkau tahu bahwa keluarga Muhammad tidak memakan sedekah (zakat).” (HR
Bukhari)
Dari hadits ini dapat kita ketahui bahwa keluarga Nabi adalah
mereka yang diharamkan menerima zakat, yakni Bani
Hasyim dan Bani
Muthalib seperti disebutkan dalam Madzhab Syafi'i. Artinya, paman-paman beliau juga termasuk sebagai keluarga Nabi ﷺ yang harus dihormati.
Jika mereka termasuk keluarga Nabi, maka mereka termasuk juga dalam ahlul bait Nabi karena dalam pengertian bahasa, arti Al (آل) tidak berbeda dengan ahli yaitu kerabat. Oleh karena itu, sebagian ahli bahasa menganggap tidak ada perbedaan antara istilah ahlu dan Al (آل). Ini bisa dilihat dari tashghir keduanya ke dalam satu lafadz yang sama yaitu Uhail. Hal ini didukung oleh keterangan yang jelas dari Rasulullah ﷺ dalam sebuah hadits riwayat Ka'ab bin `Ujrah :
Kami bertanya kepada Rasulullah. Kami berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimana cara bershalawat kepada kalian, ahlul bait, karena Allah telah mengajarkan kami cara memberi salam. Rasulullah bersabda: “Katakanlah, Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad dan kepada al (keluarga) Muhammad…”(HR Bukhari, 3370)
Ka`ab bin `Ujrah bertanya tentang cara bershalawat kepada ahlul bait dan Nabi justru menjawab dengan menggunakan lafadz al (آل), bukan dengan lafadz ahlul bait. Ini menunjukkan tidak adanya perbedaan antara kedua istilah tersebut dari sisi arti.
Baca Juga : Pernyataan Ponpes Al-Anwar (Ponpesnya Mbah Moen) Tentang Nasab Ba’alawi
Di antara ahlul bait juga adalah
keturunan beliau,’ ini bisa dengan jelas
kita
fahami dari hadits Tsaqalain, di mana
dalam salah satu redaksinya,
Rasulullah ﷺ menyamakan
antara
ithrah
dengan ahlul
bait.
Beliau
bersabda:
Sungguh aku meninggalkan bagi kalian hal yang jika kalian berpegang dengannya maka kalian tidak akan tersesat sepeninggalanku. Yang satu lebih besar dari yang lain. Yaitu Kitabullah, suatu tali yang menjulur dari langit ke bumi. Dan ithrahku, Ahlu Baitku. Keduanya tidak akan berpisah sampai mendatangiku di telaga. (HR Turmudzi)
Dalam kamus dikatakan bahwa ithrah adalah keturunan seseorang dan keluarganya yang terdekat.
Dari pembahasan di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Ahlul Bait memiliki makna yang luas, bukan hanya sekedar Ahlul Kisa tetapi juga mencakup seluruh keluarga dan keturunan Nabi ﷺ yang beriman.
Leave a Comment