SEKILAS TENTANG IMAM UBAIDILLAH BIN AHMAD AL-MUHAJIR
Imam Ahmad Al-Muhajir hidup di Basrah, beliau memiliki keluarga di sana. Kemudian pada tahun 317 H beliau berhijrah bersama golongan keluarga dekatnya ke Hadramaut dengan membawa putranya Abdullah yang bergelar Ubaidillah karena ketawadhuannya (Ubaidillah bermakna hamba kecil, sebab ia merasa tidak pantas menyandang gelar hamba Allah).
Dari Abdullah inilah cikal bakal keluarga Ba’alawi berasal,
sebab Abdullah memiliki tiga putra yaitu Bashri (Ismail) beliau lahir di
Bashrah, Alwi, dan Jadid dinamakan
demikian sebab beliau baru lahir di
Hadramaut. Putra beliau yang bernama Alwi menjadi muara dari semua keluarga
Baalawi, Baalawi bermakna keturunan Alawi yakni keturunan Alwi bin Ubadilillah
bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali Al- Uraidhi bin Jakfar As-Shadiq bin
Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain yang merupakan
putra dari pasangan
Imam Ali bin Abi Thalib dan Sayidah Fatimah binti
Rasulullah.
Sebagian orang mempermasalahkan tidak disebutkannya Ubaidillah sebagai putra Ahmad Al-Muhajir dalam kitab-kitab terdahulu. Perlu diketahui bahwa tidak ada satu Ahli Nasab pun yang mengingkari bahwa Ahmad bin Isa memiliki putra bernama Abdullah/Ubaidillah. Adapun tidak disebutkannya nama Abdullah dalam kitab-kitab terdahulu, ini karena mereka tidak memaksudkan ihathoh (menyebut secara menyeluruh) dalam tulisan-tulisan mereka.
Selain itu, Abdullah dibawa berhijrah oleh ayahnya ke tanah Hadramaut yang ketika itu jauh dari keramaian, sehingga namanya mungkin belum sampai kepada mereka. Kita dapat melihat dalam kitab-kitab terdahulu, mereka tidak menyebutkan jumlah putra Ahmad bin Isa secara pasti. Perhatikan contoh-contoh berikut:
Al-Ubaidili (w 435 H) saat menyebut keturunan Ahmad bin Isa, beliau hanya menyebutkan satu individu dari keturunannya yang keempat dengan mengatakan : “Di antara keturunannya adalah..” Kata‘di antara keturunannya’ menunjukkan bahwa beliau tidak bermaksud menyebut semua.
Al-Umari (Abad kelima) ketika menyebut keturunan Ahmad Al-Muhajir juga hanya menyebutkan salah satu keturunannya yang terpaut empat generasi.
Qadhi Marwazi Al-Azwarqani (Wafat Abad keenam) ketika menyebutkan keturunan Ahmad Al-Muhajir hanya menyebutkan “Ia memiliki banyak keturunan.” kemudian menyebut satu dari keturunannya yang keempat.
Muayyidudiin (wafat Abad ke 8) ketika menyebutkan keturunan Ahmad bin Isa, beliau hanya menyebutkan salah satu keturunannya yang berselang empat generasi. Begitulah pula Ibnu Inabah (wafat abad ke sembilan) beliau hanya menyebutkan satu keturunan yang berselang empat generasi tanpa menyebutkan siapa saja anak-anak Ahmad Al- Muhajir.
Masih di Abad ke
sembilan, Ahli Sejarah Abdullah
bin Muhammad Sirajudin Ar-Rifai (w
885 h) ketika menyebutkan keturunan Imam
Ahmad bin Isa beliau hanya mengatakan, ‘Ia memiliki beberapa anak
turunan, di antaranya Abul Qasim Al-Abah An-Nafath (turunan
kelima)” sambil mengisyaratkan bahwa beliau
memiliki
keturunan di Negeri Baghdad dan Yaman tanpa menyebutkan namanya.
Sampai abad ke sembilan para ahli nasab dan sejarah yang hidup di luar Hadramaut masih memiliki sedikit informasi mengenai sadah di Hadramaut yang terpencil di masa itu. Sehingga mereka tidak mengetahui dengan jelas siapa saja keturunan Ahmad Al-Muhajir bin Isa.
Mereka
tidak berani memastikan ada berapa putra
dari Ahmad bin Isa, dan menyerahkan urusan nama-nama mereka kepada ahli nasab yang lebih memahami. Sedangkan di Hadramaut sendiri para ulama
telah mulai menuliskan sejarah tentang keturunan Abdullah bin Ahmad bin Isa.
Leave a Comment